Pendidikan
Kecakapan Hidup
Kecakapan hidup (life skill) adalah kecakapan yang dimiliki seseorang
untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan penghidupan secara wajar
tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari serta
menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya (Dirjen PLSP, Direktorat
Tenaga Teknis, 2003 https://m.facebook.com/notes/lpk-media-centre-computer-mcc-takokak/life-skills-pendidikan-kecakapan-hidup-pendidikan-luar-sekolah-pls/107619265938775/)
diakses 12 Juni 2015. Program pendidikan life
skills adalah pendidikan yang dapat memberikan bekal keterampilan yang
praktis, terpakai, terkait dengan kebutuhan pasar kerja, peluang usaha dan
potensi ekonomi atau industri yang ada di masyarakat (Anwar, 2006:20).
Ciri pembelajaran pendidikan kecakapan hidup menurut Depdiknas adalah :
1.
Terjadi proses identifikasi
kebutuhan belajar
2.
Terjadi proses penyadaran untuk
belajar bersama
3.
Terjadi keselarasan kegiatan
belajar untuk mengembangkan diri, belajar, usaha mandiri, usaha bersama
4.
Terjadi proses penguasaan
kecakapan personal, sosial, vokasional, akademik, manajerial, kewirausahaan
5.
Terjadi proses pemberian
pengalaman dalam belajar melakukan pekerjaan dengan benar
6.
Terjadi proses interaksi saling
belajar dari ahli
7.
Terjadi proses penilaian
kompetensi, dan
8.
Terjadi pendampingan teknis
untuk bekerja atau membentuk usaha bersama (Anwar, 2006:21).
Pengertian kecakapan hidup lebih luas dari keterampilan untuk bekerja.
Orang yang tidak bekerja, misalnya ibu rumah tangga atau orang yang sudah
pensiun, tetap memerlukan kecakapan hidup. Seperti halnya orang yang bekerja,
mereka juga menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan. Orang yang
sedang menempuh pendidikan pun memerlukan kecakapan hidup, karena mereka tentu
juga memiliki permasalahannya sendiri. Bukankah dalam hidup ini, di manapun dan
kapanpun, orang selalu menemui masalah yang memerlukan pemecahan.
Menurut Depdiknas (2009 dalam Nova Rahmadi 2011: 13) kecakapan hidup
dapat dipilah menjadi dua jenis utama, yaitu:
1.
Kecakapan hidup yang bersifat
generik (generic life skill/GLS), yang mencakup kecakapan personal (personal
skill/PS) dan kecakapan sosial (social skill/SS). Kecakapan personal mencakup
kecakapan akan kesadaran diri atau memahami diri (self awareness) dan kecakapan
berpikir (thinking skill), sedangkan kecakapan sosial mencakup kecakapan
berkomunikasi (communication skill) dan kecakapan bekerjasama (collaboration
skill).
2.
Kecakapan hidup spesifik
(specific life skill/SLS), yaitu kecakapan untuk menghadapi pekerjaan atau
keadaan tertentu, yang mencakup kecakapan akademik (academic skill) atau
kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional (vocational skill). Kecakapan
akademik terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan pemikiran,
sedangkan kecakapan vokasional terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih
memerlukan keterampilan motorik. Kecakapan vokasional mencakup kecakapan
vokasional dasar (basic vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus
(occupational skill).
1.
Pola Pelaksanaan Pendidikan
Kecakapan Hidup
Pada intinya pendidikan kecakapan hidup membantu peserta didik dalam
mengembangkan kemampuan belajar, menyadari dan mensyukuri potensi diri untuk
dikembangkan dan diamalkan, berani menghadapi problema kehidupan, serta
memecahkannya secara kreatif. Pendidikan kecakapan hidup bukanlah mata
pelajaran, sehingga dalam pelaksanaannya tidak perlu merubah kurikulum dan
menciptakan mata pelajaran baru.
Usaha yang diperlukan di sini adalah mereorientasi pendidikan dari mata
pelajaran keorientasi pendidikan kecakapan hidup melalui kegiatan-kegiatan yang
pada prinsipnya membekali peserta didik terhadap kemampuan-kemampuan tertentu
agar dapat diterapkan dalam kehidupan keseharian peserta didik. Pemahaman ini
memberikan arti bahwa mata pelajaran dipahami sebagai alat dan bukan tujuan
untuk mengembangkan kecakapan hidup yang nantinya akan digunakan oleh peserta
didik dalam menghadapi kehidupan nyata. Prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan
kecakapan hidup sebagai berikut:
a.
Tidak mengubah sistem
pendidikan yang berlaku
b. Tidak harus dengan mengubah
kurikulum, tetapi yang diperlukan adalah penyiasatan kurikulum untuk
diorientasikan pada kecakapan hidup
c.
Etika sosio-religius bangsa
dapat diintegrasikan dalam proses pendidikan
d. Pembelajaran menggunakan
prinsip empat pilar, yaitu: belajar untuk tahu, belajar menjadi diri sendiri,
belajar untuk melakukan, dan belajar untuk mencapai kehidupan bersama
e.
Pelaksanaan PKH dengan menerapkan
manajemen berbasis sekolah (MBS)
f. Belajar konstekstual
(mengkaitkan dengan kehidupan nyata) dengan menggunakan potensi lingkungan
sekitar sebagai wahana pendidikan
g. Mengarah kepada tercapainya
hidup sehat dan berkualitas, memperluas wawasan dan pengetahuan, dan memiliki
akses untuk memenuhi standar hidup secara layak
(Tim BBE Depdiknas, 2003:3).
Reorientasi pembelajaran pada prinsipnya bagaimana mensiasati kurikulum
yang berlaku agar kecakapan hidup dapat ditumbuhkan secara lebih terprogram
pada mata pelajaran (mata diklat) yang ada tingkat-tingkat pendidikan . Untuk
itu dapat digunakan tabel berikut ini :
Tabel Identifikasi Kecakapan Hidup yang Terkait
dengan Topik Diklat di SMK (Tim BBE Depdiknas, 2003:54)
Mata Diklat
:...............................
Aspek
Kecakapan
Hidup
Topik
Diklat
|
Kesadaran
Eksistensi diri
|
Kesadaran
Potensi diri
|
Kecakapan
Menggali Informasi
|
Kecakapan
Mengolah informasi
|
Kec.
Mengambil keputusan
|
Kec.
Komunikasi lisan
|
Kec.
Komunikasi tertulis
|
Kec.
Bekerjasama
|
Sesuai
Dengan jenis pekerjaan
|
Sesuai
Dengan jenis pekerjaan
|
Sesuai
Dengan jenis pekerjaan
|
Kesadaran
diri
|
Kecakapan
berfikir
rasional
|
Kecakapan
sosial
|
Kecakapan
Akademik
|
||||||||
1. ..............
|
|||||||||||
2. ..............
|
|||||||||||
3. ..............
|
|||||||||||
4.
..............
|
|||||||||||
5.
..............
|
Tabel tersebut dimaksudkan untuk membantu guru dalam mengidentifikasi
kecakapan hidup apa yang perlu ditumbuhkan bersama dengan pelaksanaan
pembelajaran topik tertentu.
2.
Pendidikan Kecakapan Hidup di Tiap Jenjang Pendidikan
Peningkatan mutu pendidikan merupakan sebuah komitmen bersama yang harus
dipegang teguh. Oleh karena itu, pendidikan kecakapan hidup sebagai salah satu
upaya dalam melahirkan generasi yang bukan hanya mampu hidup tetapi juga mampu
bertahan hidup, dan bahkan dapat unggul dalam kehidupan di kemudian hari.
Contoh dominasi pendidikan kecakapan hidup memperlihatkan bahwa pendidikan kecapakan hidup pada jenjang
TK/SD/SMP lebih menekankan kepada kecakapan hidup umum (generic life skill),
yaitu mencakup aspek kecakapan personal (personal skill) dan kecakapan
sosial (social skill). Hal ini memberikan gambaran bahwa untuk jenjang
yang lebih rendah lebih berorientasi pada kecakapan hidup yang bersifat
dasar/umum seperti membaca, menulis dan berhitung sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Bukan berarti bahwa pada jenjang ini tidak perlu dikembangkan
kecakapan hidup spesifik (specific life skill), yakni kecakapan akademik
dan vokasional, akan tetapi apabila dikembangkan maka baru pada tataran awal,
misalnya berpikir kritis dan rasional, menumbuhkan sikap jujur dan toleransi.
Departemen Pendidikan Nasional (Anwar, 2003:28) membagi kecakapan hidup
menjadi empat jenis,yaitu :
a.
Kecakapan personal (personal
skill)
Kecapakan personal mencakup kesadaran diri dan berpikir rasional.
Kesadaran diri merupakan tuntutan mendasar bagi peserta didik untuk
mengembangkan potensi dirinya di masa mendatang. Kesadaran diri dibedakan
menjadi dua, yaitu: (1) kesadaran akan eksistensi diri (self awwareness) sebagai makhluk Tuhan YME, makhluk sosial, dan
makhluk lingkungan, dan (2) kesadaran akan potensi diri dan dorongan untuk
mengembangkannya (thinkingl skills).
Sedangkan berfikir rasional dibagi menjadi empat komponen yaitu menggali
informasi, mengolah informasi, berani mengambil keputusan dan memecahkan
masalah
b.
Kecakapan sosial (social
skill)
Kecakapan sosial dapat dipilah menjadi dua jenis utama, yaitu :
1)
Kecakapan berkomunikasi
Kecakapan berkomunikasi dapat dilakukan baik secara lisan maupun tulisan.
Sebagai makhluk sosial yang hidup dalam masyarakat tempat tinggal maupun tempat
kerja, peserta didik sangat memerlukan kecakapan berkomunikasi baik secara
lisan maupun tulisan. Dalam realitasnya, komunikasi lisan ternyata tidak mudah
dilakukan. Seringkali orang tidak dapat menerima pendapat lawan bicaranya,
bukan karena isi atau gagasannya tetapi karena cara penyampaiannya yang kurang
berkenan. Dalam hal ini diperlukan kemampuan bagaimana memilih kata dan cara
menyampaikan agar mudah dimengerti oleh lawan bicaranya. Karena komunikasi
secara lisan adalah sangat penting, maka perlu ditumbuhkembangkan sejak dini kepada
peserta didik. Lain halnya dengan komunikasi secara tertulis. Dalam hal ini
diperlukan kecakapan bagaimana cara menyampaikan pesan secara tertulis dengan
pilihan kalimat, kata-kata, tata bahasa, dan aturan lainnya agar mudah dipahami
orang atau pembaca lain.
2)
Kecakapan bekerjasama
Bekerja dalam kelompok atau tim merupakan suatu kebutuhan yang tidak
dapat dielakkan sepanjang manusia hidup. Salah satu hal yang diperlukan untuk
bekerja dalam kelompok adalah adanya kerjasama. Kemampuan bekerjasama perlu dikembangkan
agar peserta didik terbiasa memecahkan masalah yang sifatnya agak kompleks.
Kerjasama yang dimaksudkan adalah bekerjasama adanya saling pengertian dan
membantu antar sesama untuk mencapai tujuan yang baik, hal ini agar peserta
didik terbiasa dan dapat membangun semangat komunitas yang harmonis.
c.
Kecakapan akademik (academic
skill)
Kecakapan akademik seringkali disebut juga kecakapan intelektual atau
kemampuan berpikir ilmiah yang pada dasarnya merupakan pengembangan dari
kecakapan berpikir secara umum, namun mengarah kepada kegiatan yang bersifat
keilmuan. Kecakapan ini mencakup antara lain kecakapan mengidentifikasi
variabel, menjelaskan hubungan suatu fenomena tertentu, merumuskan hipotesis,
merancang dan melaksanakan penelitian. Untuk membangun kecakapan-kecakapan
tersebut diperlukan pula sikap ilmiah, kritis, obyektif, dan transparan.
d.
Kecakapan vokasional (vocational
skill)
Kecakapan ini seringkali disebut dengan kecakapan
kejuruan, artinya suatu kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu
yang terdapat di masyarakat atau lingkungan peserta didik. Kecakapan vokasional
lebih cocok untuk peserta didik yang menekuni pekerjaan yang mengandalkan
keterampilan psikomotorik daripada kecakapan berpikir ilmiah. Namun bukan
berarti peserta didik SMP dan SMA tidak layak untuk menekuni bidang kejuruan
seperti ini. Misalnya merangkai dan mengoperasikan komputer. Kecakapan
vokasional memiliki dua bagian, yaitu: kecakapan vokasional dasar dan kecakapan
vokasional khusus yang sudah terkait dengan bidang pekerjaan tertentu seperti
halnya pada peserta didik di SMK. Kecakapan dasar vokasional bertalian dengan
bagaimana peserta didik menggunakan alat sederhana, misalnya: obeng, palu, dsb;
melakukan gerak dasar, dan membaca gambar sederhana. Kecakapan ini terkait
dengan sikap taat asas, presisi, akurasi, dan tepat waktu yang mengarah kepada
perilaku produktif. Sedangkan vokasional khusus hanya diperlukan bagi mereka
yang akan menekuni pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya. Misalnya pekerja
montir, apoteker, tukang, tehnisi, atau meramu menu bagi yang menekuni
pekerjaan tata boga, dan sebagainya.
No comments:
Write komentar