√ MENGIDENTIFIKASI PERILAKU DAN KARAKTER AWAL SISWA

Mengidentifikasi perilaku dan karakter awal siswa dalam blog ini berisi uraian materi identifikasi karakter siswa mulai dari penjelasan, cara hingga penerapannya. Setiap makhluk memiliki keunikan masing-masing, begitupun dengan manusia. Keuniikan karakter juga termasuk dalam keunikan yang dimiliki oleh manusia yang dalam konteks materi ini adalah siswa/peserta didik. Dari keunikan-keunikan tiap individu tersebut yang terhimpun dalam satu kelas, sehingga didalam kelas akan terdapat berbagai macam karakter yang berbeda-beda. 
 
Kegiatan menganalisis perilaku dan karakteristik awal siswa dalam pengembangan pembelajaran merupakan pendekatan yang menerima siswa apa adanya dan menyusun sistem pembelajaran atas dasar keadaan siswa tersebut. Karena itu, kegiatan menganalisis perilaku dan karakteristik awal siswa merupakan proses untuk mengetahui perilaku yang dikuasai siswa sebelum mengikuti proses pembelajaran, bukan untuk menentukan perilaku prasyarat dalam rangka menyeleksi siswa sebelum mengikuti pelatihan. Konsekuensi dari digunakannya cara ini adalah: titik mulai suatu kegiatan pembelajaran tergantung kepada perilaku awal siswa.

https://santikoaji.blogspot.com/2018/10/mengidentifikasi-perilaku-dan-karakter-awal-siswa.html
Peserta didik didalam kelas

Jadi, mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa/peserta didik dan lingkungan adalah bertujuan untuk menentukan garis batas antara perilaku yang tidak perlu diajarkan dan perilaku yang harus diajarkan kepada siswa/peserta didik. Perilaku yang akan diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk Tujuan Instruksional Khusus atau TIK itu.

Karakteristik siswa merupakan salah satu variabel dari kondisi pengajaran.Variabel ini didefinisikan sebagai aspek-aspek atau kualitas perseorangan siswa. Aspek-aspek ini bisa berupa bakat, minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berpikir dan kemampuan awal (hasil belajar) yang telah dimilikinya .

Karakteristik siswa akan amat berpengaruh dalam pemilihan strategi pengelolaan, yang berkaitan dengan bagaimana menata pengajaran, khususnya komponen-komponen strategi pengajaran, agar sesuai dengan karakteristik perseorangan siswa.

Untuk melakukan kegiatan indentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa, maka kita harus mengetahui sumber yang dapat memberikan informasi kepada pendesain instruksional yang antara lain adalah:
  1. Siswa, mahasiswa dan yang lainnya.
  2. Orang yang mengetahui kondisi siswa seperti guru atau atasannya.
  3. Pengelola program pendidikan yang biasa mengajarkan mata pelajaran.

Berawal dari informasi-informasi tersebut, maka tingkat kemampuan populasi sasaran dalam perilaku-perilaku khusus yang diperoleh dari analisis instruksional, itu perlu di identifikasi agar pengembang instruksional dapat menentukan mana perilaku khusus yang sudah dikuasai siswa untuk diajarkan. Dengan demikian pengembang instruksional dapat pula menentukan titik berangkat yang sesuai bagi siswa yaitu: aspek-aspek analisis pada kegiatan identifikasi perilaku dan karakterisitk awal siswa.

Dalam hal ini ada empat aspek kepribadian si belajar yang tergolong pada kegiatan indentifikasi perilaku dan karakteristik awal si belajar, yaitu :
  1. Kemampuan Dasar;
  2. Latar belakang pengalaman;
  3. Latar belakang sosial;
  4. Perbedaan individual.

Mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik siswa dalam pengembangan program pembelajaran sangat perlu dilakukan, yaitu untuk mengetahui kualitas perseorangan sehingga dapat dijadikan petunjuk dalam mendeskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran.

Aspek-aspek yang diungkap dalam kegiatan ini bisa berupa bakat, motivasi belajar, gaya belajar. Kemampuan berfikir, minat, atau kemampuan awal.

Hasil kegiatan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa akan merupakan salah satu dasar dalam mengembangkan sistem instruksional yang sesuai untuk siswa.
Dengan melaksanakan kegiatan tersebut, masalah heterogen siswa dalam kelas dapat diatasi, setidak-tidaknya banyak dikurangi.

Cara mengidentifikasi perilaku awal siswa


Identifikasi perilaku peserta didik dilakukan dengan memberikan pree-testing yakni tes awal yang dilakukan sebelum dimulai pembelajaran, yang dimaksudkan untuk menguji entry-behavior (kemampuan awal) peserta didik berkenaan dengan tujuan pembelajaran tertentu yang harus dikuasai peserta didik.Identifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa juga dilakukan berkenaan dengan program pembelajaran sebuah mata pelajaran atau sebuah lembaga pendidikan tertentu. (Syahidah, 2012)

Untuk mengungkap kemampuan awal, dapat dilakukan dengan pemberian tes dari tingkat bawah atau tes yang berkaitan dengan materi ajar sesuai dengan panduan kurikulum. Sedangkan minat, motivasi, kemampuan berfikir, gaya belajar dan lain-lainnya dapat dilakukan dengan bantuan tes baku yang telah dirancang oleh para ahli. (Abdurrohim, 2011)

Siapa kelompok sasaran, populasi sasaran, atau sasaran didik kegiatan instruksional itu? Istilah itu digunakan untuk menanyakan dua hal tentang perilaku siswa: Pertama, menanyakan siswa yang mana atau siswa sekolah apa. Kedua, menanyakan sejauh mana pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka miliki sehingga dapat mengikuti pelajaran tersebut.

Pertanyaaan di atas sangat penting dijawab oleh pengembang instruksional sehingga sejak permulaan kegiatan instruksional telah dapat disesuaikan dengan siswa yang akan mengikutinya. Jawaban itu merupakan pula suatu batasan bagi siswa yang bermaksud mengikuti pelajaran tersebut, sehingga bila mempunyai  perilaku awal tersebut, siswa  sebaiknya tidak mengikuti pelajaran tersebut.

Populasi sasaran dirumuskan secara spesifik seperti contoh di bawah ini:

1. Mata pelajaran ini disediakan bagi siswa yang memenuhi syarat sebagai berikut:
  • Pendaftaran pada sekolah ini pada tahun ajaran atau semester ini;
  • Setelah lulus mata pelajaran A.
2. Pelajaran ini disusun bagi siswa kelas dua SMA yang mempunyai minat dalam kelompok bidang studi A1 (IPA kalau sekarang).

3. Kursus ini disediakan bagi karyawan pemerintah atau perusahaan swasta yang memenuhi syarat sebagai berikut:
  • Mempunyai ijazah minimal sarjana muda dalam bidang X atau setaraf;
  • Telah pernah mengikuti dan lulus dalam kursus Y;
  • Menguasai bahasa Inggris minimal secara pasif untuk membaca dan mendengarkan kuliah dalam bahasa Inggris.

Perumusan populasi sasaran seperti contoh tersebut di atas memang dapat membantu kelancaran penyelenggaraan kegiatan instruksional.Perumusan populasi ini biasanya diterapkan oleh lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan.Tetapi seorang pengembang instruksional masih perlu mencari informasi lebih jauh tentang kemampuan populasi sasaran yang dimaksud dalam menguasai setiap perilaku khusus yang telah dirumuskan dalam analisis instruksional.Anda masih ingat bukan?

Perilaku-perilaku khusus itu tersusun secara hierarkikal, prosedural, pengelompokan, atau kombinasi kegiatannya atau dua di antaranya tingkat kemampuan populasi sasaran dalam perilaku-perilaku khusus itu perlu diidentifikasi agar pengembang instruksional dapat menentukan mana perilaku khusus yang sudah dikuasai siswa sehingga perlu diajarkan kembali, dan mana yang belum dikuasai siswa untuk diajarkan. Dengan demikian, pengembang instruksional dapat pula menentukan titik berangkat yang sesuai bagi siswa. (Suparman, 2004: 148)

Ada tiga macam sumber yang dapat memberikan informasi kepada pendesain instruksional, yaitu:
1. Siswa atau calon siswa;
2. Orang yang mengetahui kemampuan siswa atau calon siswa dari dekat seperti guru atau atasannya;
3. Pengelola program pendidikan yang biasa mengajar mata pelajaran tersebut.

Teknik yang digunakan dalam mengidentifikasi kebutuhan instruksional yaitu kuisioner, interview dan observasi, serta tes.Teknik tersebut dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi perilaku awal siswa.Subjek yang memberikan informasi diminta untuk mengidentifikasi seberapa jauh tingkat penguasaan siswa atau calon siswa dalam setiap perilaku khusus melalui skala penilaian (rating scales).

Teknik yang dapat menghasilkan data yang lebih keras adalah tes penampilan siswa dan observasi terhadap pelaksanaan pekerjaan siswa serta tes tertulis untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa.Tetapi, bila tes seperti itu tidak tepat dilakukan karena dirasakan kurang etis, kesulitan teknik pelaksanaan, atau tidak mungkin dilakukan karena sebab yang lain, penggunaan skala penilaian cukup memadai.Skala penilaian tersebut diisi oleh orang-orang yang tahu secara dekat terhadap kemampuan siswa dan diisi oleh siswa sebagai self-report.

Berdasarkan masukan ini, dapat ditetapkan.Titik berangkat atau permulaaan perjalanan yang harus diberikan pada siswa.Titik itu adalah perilaku khusus di atas garis batas yang telah dikuasi siswa atau calon siswa.

Apa beda kegiatan ini dengan proses mengidentifikasi kebutuhan instruksional? Pertama, kebutuhan instruksional untuk mengidentifikasi benar tidaknya masalah yang dihadapi harus diselesaikan dengan menyelenggarakan kegiatan instruksional.Sedangkan mengidentifikasi perilaku awal tidak berhubungan dengan masalah tersebut. Kedua, kebutuhan intruksional untuk mengidentifikasi perilaku umum yang akan dijadikan tujuan instruksional umum. Sedangkan kegiatan mengidentifikasi  perilaku awal untuk mengidentifikasi perilaku khusus yang telah dikuasai siswa.

Hasil akhir dari kegiatan mengidentifikasi perilaku awal ini akan dijadikan pedoman untuk menetapkan perilaku-perilaku khusus yang tidak perlu diajarkan lagi dan perilaku-perilaku khusus yang masih harus diajarkan. Dengan demikian hasil kegiatan tersebut dapat pula digunakan  untuk menetapkan titik berangkat dalam mengajar. (Suparman, 2004: 148)

Informasi yang diperoleh dari siswa, masyarakat, dan pendidik tidak selalu sejalan. Pengetahuan dan keterampilan yang dirasakan telah cukup dikuasai oleh siswa, adakalanya dinilai sebaliknya oleh sumber informasi yang lain. Demikian pula pengetahuan atau keterampilan yang dianggap tidak penting dan tidak relevan oleh siswa, mungkin dianggap sebaliknya oleh pendidik.

Dalam hal seperti itu pengembang instruksional yang melakukan kegiatan identifikasi perilaku awal siswa menafsirkan data dengan lebih hati-hati. Walaupun pada dasarnya pengembang instruksional harus lebih memusatkan perhatian pada informasi yang diperoleh dari siswa, data dari sumber lain tidak dapat diabaikan begitu saja.

Untuk data yang sulit ditafsirkan karena perbedaan pendapat berbagai pihak seperti yang digambarkan tadi, perlu diadakan pendekatan seminar atau pertemuan kecil yang diikuti berbagai pihak yang bersangkutan dan pengembang program agar dapat ditarik kesimpulan yang lebih tepat.


Di samping mengidentifikasi perilaku awal siswa, pengembang instruksional harus pula mengidentifikasi karakteristik siswa yang berhubungan dengan keperluan pe-ngembangan instruksional. Minat siswa pada umumnya, misalnya pada olahraga, karena sebagian besar siswa adalah penggemar olahraga, dapat dijadikan bahan dalam memberi-kan contoh dalam rangka penjelasan materi pelajaran.

Kemampuan siswa yang kurang dalam membaca bahasa Inggris merupakan masukan pula bagi pengembang instruksional untuk memilih bahan-bahan pelajaran yang tidak berbahasa Inggris atau menerjemahkan-nya terlebih dahulu ke dalam bahasa Indonesia.

Demikian pula bila siswa senang dengan lelucon, pendesain instruksional sebaiknya mempertimbangkan penggunaan lelucon dalam strategi instruksionalnya.Bila siswa sebagian besar tidak mempunyai video di rumah, pedesain instruksional tidak dapat membuat program video untuk dipelajari siswa di rumah. Informasi di atas perlu dicari oleh pengembang instruksional sehingga ia dapat mengembangkan sistem instruksional yang sesuai dengan karakteristik siswa tersebut.

Teknik yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi karakteristik awal siswa sama dengan teknik yang digunakan dalam mengidentifikasi perilaku awal, yaitu kuisioner, interview, observasi, dan tes. Tujuan untuk mengetahui karakteristik awal siswa adalah untuk mengukur apakah siswa akan mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak ; sampai dimana minat siswa terhadap pelajaran yang akan dipelajari.

Bila si belajar mampu , hal-hal apa yang memperkuat, dan bila tidak mampu, hal-hal apa yang menjadi penghambat. Hal-hal yang perlu diketahui dari si pelajar bukan hanya dilihat faktor-faktor akademisnya, akan tetapi juga dilihat faktor-faktor sosialnya, sebab kedua hal tersebut sangat mempengaruhi proses belajar si pelajar.

Informasi yang dikumpulkan terbatas kepada karakteristik siswa yang ada manfaat-nya dalam proses pengembangan instruksional
No comments:
Write komentar