Pola Hubungan
Pendidikan dan
pelatihan tidak akan sampai kepada tujuan yang ditargetkan bilamana salah satu
dari dua unsur yang saling terkait ( pendidik dan peseta didik) tidak
bersinergis dalam pembelajaran. Oleh sebab itu, perlu menjalin hubungan yang
harmonis antara pendidik dengan peserta didik, bahkan menurut Hasan al-Banna,
hubungan antara pendidik dengan anak didik itu seharusnya bagaikan orang tua
dan anak yang memiliki kedekatan secara emosional. Peserta didik biasanya akan
lebih mudah menerima pelajaran kalau mereka dikondisikan dalam situasi nyaman
dan merasa dihargai layaknya di rumah sendiri. Pendidik ataupun pelatih harus
pandai mendekati peserta didiknya dan menciptakan situasi yang menyenangkan sebelum
pembelajaran dimulai, juga harus bisa membuat mereka tetap bersikap santun.
Trust (kepercayaan) adalah unsur paling penting yang harus
ada dalam hubungan pendidik dengan peserta didik. Jika peseta didik tidak
memiliki kepercayaan yang bulat dan mendalam kepada pendidik/pelatihnya, maka
sebaik apa pun kemampuan menguasai
materi, tidak akan berpengaruh banyak pada keberhasilan pendidikan. Peserta
didik mungkin menguasai materi pelajaran dengan baik, tetapi ia tidak berhasil
membangun jiwanya.
Dalam
mendidik dan melatih umat,
Mohammad Natsir sebagai seorang
maestro ternyata kunci
keberhasilannya dalam mendidik umat dan melatih mereka, iamenampakkan hubungan
yang harmonis dengan mereka, akrab
tapi tegas. Bahkan di waktu luang, ia datang berkunjung ke rumah-rumah mereka,
dan sering datang bersilaturrahim ke rumah-rumah orang tua mereka.
Tuntutan
terhadap pendidik agar membangun hubungan dengan peserta didik dan berupaya
menyenangkan hati mereka dalam mengikuti pembelajaran,semakin menjadi issu
dalam dunia pendidikan dan pelatihan. Sebab menurut Seto, bilamana suasana menyenangkan telah tercipta, maka
peserta didik akan lebih semangat dalam menerima pelajaran.
Adanya
rasa kasih sayang dari pendidik kepada peserta didik tentunya bukanlah sesuatu
yang aneh terutama dalam pendidikan Islam, sebab para pakar pendidikan Islam
sebelumnyapun selalu mewanti-wanti terhadap seseorang yang akan bertugas
sebagai pendidik. Ibn Qayyim umpamanya sangat ketat dalam mensyaratkan dan
memilih seseorang yang akan mengemban tugas sebagai murabbyi,
ia harus memiliki persyaratan
berikut :
1.
Kasih sayang kepada yang
kecil dan selalu menghibur mereka, menganggap mereka sebagai anaknya dan
menjadikan dirinya sebagai bapakny..
2.
Merealisasikan wasiat Rasul
SAW mengenai perintah agar selalu memeperhatikan anak didiknya.
3.
Peran dan tugas
seorang murabbiy tidak hanya terbatas pada mentransfer ilmu kepada
anak didiknya dan tidak pula merasa cukup hanya dengan mengembangkan sisi
ilmiah belaka dengan memberikan teori-teori keilmuan, tetapi di samping tugas
yang demikian, dia juga bertanggung jawab untuk mengawasi amaliah anak didiknya
dan akhlak mereka di majlis ilmunya.
4.
Kasih sayang dan kelembutan
seorang murabbiy kepada anak didiknya, namun tidak berarti
menghalanginya untuk memberi hukuman kepada mereka jika memang hukuman itu
diperluka"
Penutup
Aspek yang sangat
menentukan bagi tumbuhnya sikap respect ( al-‘inãyah) dari peserta didik terhadap pendidiknya adalah
terbangunnya pola hubungan yang harmonis dan terwujudnya kepercayaan ( trust ) yang bulat( tanpa saling mencurigai dan saling
menyalahkan). Ini berarti, menumbuhkan rasa hormat peserta didik terhadap
pendidik harus berbarengan dengan upaya membangun kepercayaan. Secara terus
menerus perlu membangun dan
menjaganya, meski sudah tidak lagi mendidik dan melatih mereka.
Ikatan emosi antara pendidik dengan peserta didik sangat berperan dalam
menciptakan pembelajaran yang kondusif dan sekaligus punya pandangan aspektatif
terutama dalam membangun kepribadian mereka menuju manusia yang berperadaban
sejati, mencintai kebenaran, tetap dalam kebenaran, dan selalu memperjuangkan
terwujudnya kebenaran itu ( bukan mencari-cari pembenaran).
No comments:
Write komentar