Tokoh-tokoh Behaviorisme
1. John
Watson (1878-1958)
Setelah memperoleh gelar master
dalam bidang bahasa (Latin dan Yunani), matematika, dan filsafat di tahun 1900,
ia menempuh pendidikan di University of Chicago. Minat awalnya adalah pada
filsafat, sebelum beralih ke psikologi karena pengaruh Angell. Akhirnya ia
memutuskan menulis disertasi dalam bidang psikologi eksperimen dan melakukan
studi-studi dengan tikus percobaan. Tahun 1903 ia menyelesaikan disertasinya.
Tahun 1908 ia pindah ke John Hopkins University dan menjadi direktur lab psi di
sana. Pada tahun 1912 ia menulis karya utamanya yang dikenal sebagai
‘behaviorist’s manifesto’, yaitu “Psychology as the Behaviorists Views it”.
Dalam karyanya ini Watson
menetapkan dasar konsep utama dari aliran behaviorisme:
1.
Psikologi adalah cabang
eksperimental dari natural science. Posisinya setara dengan ilmu kimia dan
fisika sehingga introspeksi tidak punya tempat di dalamnya
2.
Sejauh ini psikologi gagal dalam
usahanya membuktikan jati diri sebagai natural science. Salah satu halangannya
adalah keputusan untuk menjadikan bidang kesadaran sebagai obyek psikologi.
Oleh karenanya kesadaran/mind harus dihapus dari ruang lingkup psi.
3.
Obyek studi psikologi yang
sebenarnya adalah perilaku nyata.
§
Pandangan utama Watson:
1.
Psikologi mempelajari stimulus
dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud dgn stimulus adalah semua obyek di
lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun
yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana
hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada
yang overt dan covert, learned dan unlearned
2.
Tidak mempercayai unsur herediter
(keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar
sehingga unsur lingkungan sangat penting (lihat pandangannya yang sangat
ekstrim menggambarkan hal ini pada Lundin, 1991 p. 173). Dengan demikian
pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh
faktor eksternal, bukan berdasarkan free will.
3.
Dalam kerangka mind-body,
pandangan Watson sederhana saja. Baginya, mind mungkin saja ada, tetapi bukan
sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi
bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body
sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini
adalah ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran
ini, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. [Pada titik ini sejarah
psikologi mencatat pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi
penolakan total terhadap konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini
di awal mendapat banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu
behaviorisme justru menjadi populer.]
4.
Sejalan dengan fokusnya terhadap
ilmu yang obyektif, maka psikologi harus menggunakan metode empiris. Dalam hal
ini metode psikologi adalah observation, conditioning, testing, dan
verbal reports.
5.
Secara bertahap Watson
menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya sebagai
refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan
akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak,
dan lain-lain.
6.
Sebaliknya, konsep learning adalah
sesuatu yang vital dalam pandangan Watson, juga bagi tokoh behaviorisme
lainnya. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang
ditentukan oleh dua hukum utama, recency dan frequency.
Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari
Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang kompleks. Ia
menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori
belajar dari Watson punya banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak
Thorndike salah.
7.
Pandangannya tentang memory membawanya
pada pertentangan dengan William James. Menurut Watson apa yang diingat dan
dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata
lain, sejauhmana sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah
kebutuhan.
8.
Proses thinking and
speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking. Artinya proses
berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses
bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus
seperti gerak bibir atau gesture lainnya.
Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat
dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adlaah ilmu yang
bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli
dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan
kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam
psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen
terkontrol.
No comments:
Write komentar