FILSAFAT PENDIDIKAN BEHAVIORISME


FILSAFAT PENDIDIKAN BEHAVIORISME
A.     Pendahuluan
     Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang meyakini bahwa untuk mengkaji perilaku individu harus dilakukan terhadap setiap aktivitas individu yang dapat diamati, bukan pada peristiwa hipotetis yang terjadi dalam diri individu. Oleh karena itu, penganut aliran behaviorisme menolak keras adanya aspek-aspek kesadaran atau mentalitas dalam individu. Pandangan ini sebetulnya sudah berlangsung lama sejak jaman Yunani Kuno, ketika psikologi masih dianggap bagian dari kajian filsafat. Namun kelahiran behaviorisme sebagai aliran psikologi formal diawali oleh J.B. Watson pada tahun 1913 yang menganggap psikologi sebagai bagian dari ilmu kealaman yang eksperimental dan obyektif, oleh sebab itu psikologi harus menggunakan metode empiris, seperti : observasi, conditioning, testing, dan verbal reports.
   Behaviorisme merupakan kekuatan pendidikan sejak abad pertengahan. Sebagai suatu pendekatan terhadap pendidikan, behaviorisme terbuka bagi manusia modern yang mengutamakan metodologi ilmiah dan “obyektivitas” seperti sektor yang dapat diukur dari komunitas bisnis yang menilai hasil, efisiensi, dan ekonomi yang terlihat mendesak (Haryo, 2007) Terdapat empat prinsip filosofis utama dalam pengembangan teori ini yaitu : Manusia adalah binatang yang sangat berkembang dan manusia belajar dengan cara yang sama seperti yang telah dilakukan binatang lainnya; pendidikan adalah proses perubahan perilaku; peran guru adalah menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif; efisiensi, ekonomi, ketepatan dan obyektivitas merupakan perhatian utama dalam pendidikan.
B.     Teori dan Pengertian Behavioristik
                Pengertian belajar menurut teori Behavioristik adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya reaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukan perubahan pada tingkah lakunya, apabila dia belum menunjukkan perubahan tingkah laku maka belum dikatakan bahwa ia telah melakukan proses belajar. Teori ini sangat mementingkan adanya input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons. Dalam proses pembelajaran input ini bisa berupa alat peraga, gambar-gambar, atau cara-cara tertentu untuk membantu proses belajar (Budiningsih, 2003). Jadi, Teori belajar Behavioristik adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk  reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.
      Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku  adalah hasil belajar.
    Teori utama dari Watson yaitu konsep stimulus dan respons (S-R) dalam psikologi. Stimulus adalah segala sesuatu obyek yang bersumber dari lingkungan. Sedangkan respon adalah segala aktivitas sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi. Watson tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku dan perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting. Pemikiran Watson menjadi dasar bagi para penganut behaviorisme berikutnya. Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Dengan demikian, Behaviorisme tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti yang dipercayai oleh strukturalism. Berarti juga behaviorisme sudah melangkah lebih jauh dari fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa dan masih memfokuskan diri pada proses-proses mental.

Meskipun pandangan Behaviorisme sekilas tampak radikal dan mengubah pemahaman tentang psikologi secara drastis, Brennan (1991) memandang munculnya Behaviorisme lebih sebagai perubahan evolusioner daripada revolusioner. Dasar-dasar pemikiran Behaviorisme sudah ditemui berabad-abad sebelumnya.
No comments:
Write komentar