Patung Ivan petrovich pavlov |
Tokoh - tokoh behavioristik yang akan dibahas pada halaman ini adalah Ivan Petrovich Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Pavlov adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik dan sangat anti terhadap psikologi yang kurang ilmiah. Ia terkenal dengan eksperimen mengenai refleks bersyarat atau refleks berkondisi yang dilakukan terhadap anjing yang mngeluarkan air liurnya. Menurutnya segala aktivitas kejiwaan pada hakikatnya merupakan rangkaian refleks.[1]
Menurut Pavlov, apabila anjing lapar dan melihat makanan, kemudian mengeluarkan air liur, ini merupakan respons yang alami, respons yang refleksif, yang disebut sebagai respons yang tidak berkondisi. Apabila anjing mendengar bunyi bel dan kemudian menggerakkan telinganya, ini juga merupakan respons yang alami. Bel sebagai stimulus yang tidak berkondisi dan gerak telinga sebagai respon yang tidak berkondisi. Persoalan yang dipikirkan Pavlov adalah apakah dapat dibentuk pada anjing suatu perilaku atau respons apabila anjing mendengar bunyi bel lalu mengeluarkan air liur. Hal inilah yang kemudian diteliti Pavlov secara eksperimental. Ternyata perilaku tersebut dapat dibentuk dengan cara memberikan stimulus yang berkondisi atau sebelum diberikan stimulus yang alami secara berulang kali. Hingga pada akhirnya akan terbentuk respons berkondisi, yaitu keluarnya air liur sekalipun stimulus yang wajar, yaitu makanan tidak diberikan.[2]
Percobaan itu diulang di sebuah kamar yang gelap. Bersama dengan perangsang makanan itu si pencoba memancarkan seberkas cahaya yang terang. Anjing itu tetap mereaksi refleksi dengan liurnya, dan ternyata liur itu sama banyak pula. Beberapa kali percobaan ini diulangi dan hasilnya sama. Kemudian perangsang yang diberikan kepada anjing itu hanya seberkas cahaya saja, yang berwarna merah. Anjing itu tetap mereaksi dengan kekuatan yang sama, meskipun hanya cahaya, tetapi apabila perangsang itu diganti dengan misalnya cahaya hijau, maka anjing itu tidak mereaksi apa-apa.[3]
Contoh lainnya adalah tindakan menakut-nakuti anak yang merengek minta jajan, lalu ibunya menakut-nakutinya bahwa itu bukan penjual makanan tetapi orang gila. Cara tersebut dilakukan secara berulang-ulang setiap kali anaknya minta jajan. Akhirnya, anak itu merasa takut kalau melihat pedagang yang lewat, karena ia berpikir bahwa penjual tersebut adalah orang gila.
Eksperimen yang menganut behaviourisme sama sekali tidak ada yang keliru, tetapi perlu dianalisis lebih mendalam bahwa percobaan yang dilakukan kepada seekor anjing dan seorang manusia dalam kasus serupa tidak akan berjalan abadi, karena seekor anjing hanyalah mengandalkan instingnya, tanpa akal dan tidak berusaha mengembangkan kebiasaannya. Sedangkan manusia bergerak dinamis dan dengan akalnya, ia dapat merekayasa dan meninggalkan kebiasaan.[4]
Pavlov adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik dan sangat anti terhadap psikologi yang kurang ilmiah. Ia terkenal dengan eksperimen mengenai refleks bersyarat atau refleks berkondisi yang dilakukan terhadap anjing yang mngeluarkan air liurnya. Menurutnya segala aktivitas kejiwaan pada hakikatnya merupakan rangkaian refleks.[1]
Menurut Pavlov, apabila anjing lapar dan melihat makanan, kemudian mengeluarkan air liur, ini merupakan respons yang alami, respons yang refleksif, yang disebut sebagai respons yang tidak berkondisi. Apabila anjing mendengar bunyi bel dan kemudian menggerakkan telinganya, ini juga merupakan respons yang alami. Bel sebagai stimulus yang tidak berkondisi dan gerak telinga sebagai respon yang tidak berkondisi. Persoalan yang dipikirkan Pavlov adalah apakah dapat dibentuk pada anjing suatu perilaku atau respons apabila anjing mendengar bunyi bel lalu mengeluarkan air liur. Hal inilah yang kemudian diteliti Pavlov secara eksperimental. Ternyata perilaku tersebut dapat dibentuk dengan cara memberikan stimulus yang berkondisi atau sebelum diberikan stimulus yang alami secara berulang kali. Hingga pada akhirnya akan terbentuk respons berkondisi, yaitu keluarnya air liur sekalipun stimulus yang wajar, yaitu makanan tidak diberikan.[2]
Percobaan itu diulang di sebuah kamar yang gelap. Bersama dengan perangsang makanan itu si pencoba memancarkan seberkas cahaya yang terang. Anjing itu tetap mereaksi refleksi dengan liurnya, dan ternyata liur itu sama banyak pula. Beberapa kali percobaan ini diulangi dan hasilnya sama. Kemudian perangsang yang diberikan kepada anjing itu hanya seberkas cahaya saja, yang berwarna merah. Anjing itu tetap mereaksi dengan kekuatan yang sama, meskipun hanya cahaya, tetapi apabila perangsang itu diganti dengan misalnya cahaya hijau, maka anjing itu tidak mereaksi apa-apa.[3]
Contoh lainnya adalah tindakan menakut-nakuti anak yang merengek minta jajan, lalu ibunya menakut-nakutinya bahwa itu bukan penjual makanan tetapi orang gila. Cara tersebut dilakukan secara berulang-ulang setiap kali anaknya minta jajan. Akhirnya, anak itu merasa takut kalau melihat pedagang yang lewat, karena ia berpikir bahwa penjual tersebut adalah orang gila.
Eksperimen yang menganut behaviourisme sama sekali tidak ada yang keliru, tetapi perlu dianalisis lebih mendalam bahwa percobaan yang dilakukan kepada seekor anjing dan seorang manusia dalam kasus serupa tidak akan berjalan abadi, karena seekor anjing hanyalah mengandalkan instingnya, tanpa akal dan tidak berusaha mengembangkan kebiasaannya. Sedangkan manusia bergerak dinamis dan dengan akalnya, ia dapat merekayasa dan meninggalkan kebiasaan.[4]
No comments:
Write komentar