Hubungan Keseimbangan Antara Pendidik dan Peserta Didik (2)


1.      Peserta Didik
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut demikian oleh karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadi yang memiliki ciri khas dan otonomi, ia ingin mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus-menerus guna memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya.

Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah:
a). Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang  
     unik.
b). Individu yang sedang berkembang.
c). Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
d). Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.

Penjelasan butir-butir tersebut adalah sebagai berikut:

a.       Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik. Anak sejak lahir telah memiliki potensi-potensi yang ingin dikembangkan dan diaktualisasikan. Untuk mengaktualisasikannya membutuhkan bantuan dan bimbingan.
b.       Individu yang sedang berkembang.Yang dimaksud dengan perkembangan di sini adalah perubahan yang terjadi dalam diri peserta didik secara wajar, baik ditujukan kepada diri sendiri maupun ke arah penyesuaian dengan lingkungan. Sejak manusia lahir bahkan sejak masih berada dalam kandungan, ia berada dalam proses perkembangan. Proses perkembangan ini melalui suatu rangkaian yang bertingkat-tingkat. Tiap tingkat (fase) mempunyai sifat-sifat khusus. Tiap fase berbeda dengan fase lainnya. Anak yang berada pada fase bayi berbeda dengan fase remaja, dewasa, dan orang tua. Perbedaan-perbedaan ini meliputi perbedaan minat, kebutuhan, kegemaran, emosi, intelegensi, dan sebagainya. Perbedaan tersebut harus diketahui oleh pendidik pada masing-masing tingkat perkembangan tersebut. Atas dasar itu pendidikan dapat mengukur kondisi dan strategi yang relevan dengan kebutuhan peserta didik.
c.       Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.Dalam proses perkembangannya, peserta didik membutuhkan bantuan dan bimbingan. Bayi yang baru lahir secara badani dan hayati tidak terlepas dari ibunya, seharusnya setelah ia tumbuh berkembang menjadi dewasa ia sudah dapat hidup sendiri. Tetapi kenyataannya untuk kebutuhan perkembangan hidupnya, ia masih menggantungkan diri sepenuhnya kepada orang dewasa, sepanjang ia belum dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa pada diri peserta didik ada dua hal yang menggejala:
  1. Keadaannya yang tidak berdaya menyebabkan ia membutuhkan bantuan. Hal ini menimbulkan kewajiban orang tua untuk membantunya.
  2. Adanya kemampuan untuk mengembangkan dirinya, hal ini membutuhkan bimbingan. Orang tua berkewajiban untuk membimbingnya. Agar bantuan dan bimbingan itu mencapai hasil maka harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.
d.      Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Dalam perkembangan peserta didik, ia mempunyai kemampuan untuk berkembang ke arah kedewasaan. Pada diri anak ada kecenderungan untuk memerdekakan diri. Hal ini menimbulkan kewajiban pendidik dan orang tua (si pendidik) untuk setapak demi setapak memberikan kebebasan dan pada akhirnya mengundurkan diri. Jadi, pendidik tidak boleh memaksakan agar peserta didik berbuat menurut pola yang dikehendaki pendidik. Ini dimaksud agar peserta didik memperoleh kesempatan memerdekakan diri dan bertanggung jawab sesuai dengan kepribadiannya sendiri. Pada saat ini si anak telah dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri.
Salah satu ciri dari sebuah profesi adalah adanya kode etik yang menjadi pedoman bersikap dan berperilaku bagi para penyandang profesi yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun  2005, secara tegas dinyatakan bahwa guru adalah tenaga profesional yang berkewajiban untuk senantiasa menjunjung tinggi Kode Etik Guru, agar kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalannya dapat terpelihara. Kode Etik Guru berisi seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru, sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan.
Tugas utama guru adalah berusaha mengembangkan segenap potensi siswanya secara optimal, agar mereka dapat mandiri dan berkembang menjadi manusia-manusia yang cerdas, baik cerdas secara fisik, intelektual, sosial, emosional, moral dan spiritual. Sebagai konsekuensi logis dari tugas yang diembannya, guru senantiasa berinteraksi dan berkomunikasi dengan siswanya. Dalam konteks tugas, hubungan diantara keduanya adalah hubungan profesional, yang diikat  oleh kode etik.  Berikut ini disajikan nilai-nilai dasar dan operasional yang membingkai sikap dan perilaku etik  guru dalam berhubungan dengan siswa, sebagaimana tertuang dalam rumusan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI):
1.      Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
2.      Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
3.      Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
4.      Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
5.      Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
6.      Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
7.      Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
8.      Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
9.      Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
10.  Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
11.  Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
12.  Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
13.  Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar,  menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
14.  Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
15.  Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
16.  Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
Dalam kultur Indonesia, hubungan guru dengan siswa sesungguhnya tidak hanya terjadi pada saat sedang melaksanakan tugas atau selama berlangsungnya pemberian pelayanan pendidikan. Meski seorang guru sedang dalam keadaan tidak menjalankan tugas, atau sudah lama meninggalkan tugas (purna bhakti), hubungan dengan siswanya (mantan siswa) relatif masih terjaga. Bahkan di kalangan masyarakat tertentu masih terbangun “sikap patuh pada guru” (dalam bahasa psikologi, guru hadir sebagai “reference group”). Meski secara formal,  tidak lagi  menjalankan tugas-tugas keguruannya, tetapi hubungan batiniah antara guru dengan siswanya masih relatif kuat, dan sang siswa pun tetap berusaha menjalankan segala sesuatu yang diajarkan gurunya.
Dalam keseharian kita melihat kecenderungan seorang guru ketika bertemu dengan  siswanya yang sudah sekian lama tidak bertemu. Pada umumnya, sang guru akan tetap menampilkan sikap dan perilaku keguruannya, meski dalam wujud yang berbeda dengan semasa masih  dalam asuhannya. Dukungan dan kasih sayang akan dia tunjukkan.  Aneka nasihat, petatah-petitih akan meluncur dari mulutnya.
Begitu juga dengan sang siswa, sekalipun dia sudah meraih kesuksesan hidup yang jauh melampaui dari gurunya, baik dalam jabatan, kekayaan atau ilmu pengetahuan, dalam hati kecilnya akan terselip rasa hormat, yang diekspresikan dalam berbagai bentuk, misalnya: senyuman, sapaan, cium tangan, menganggukkan kepala, hingga memberi kado tertentu yang sudah pasti bukan dihitung dari nilai uangnya. Inilah salah satu kebahagian seorang guru, ketika masih bisa sempat menyaksikan putera-puteri didiknya meraih kesuksesan hidup. Rasa hormat dari para  siswanya itu bukan muncul secara otomatis tetapi justru terbangun dari sikap dan perilaku profesional yang ditampilkan sang guru ketika masih bertugas memberikan pelayanan pendidikan kepada putera-puteri didiknya.
Belakangan ini muncul keluhan dari beberapa teman yang menyatakan bahwa anak-anak sekarang kurang menunjukkan rasa hormatnya terhadap guru. Jangankan setelah mereka lulus, semasa dalam pengasuhan pun mereka kadang bersikap kurang ajar. Jika memang benar adanya, tentu hal ini sangat memprihatinkan. Adalah hal yang kurang bijak jika kita hanya bisa menyalahkan mereka,  tetapi mari kita berusaha merefleksi kembali hubungan  kita dengan putera-puteri didik kita, sejauhmana kita telah menjalin hubungan dengan putera-puteri didik kita, dengan didasari nilai-nilai sebagaimana diisyaratkan dalam kode etik di atas. Jangan-jangan itulah faktor penyebab sesungguhnya.
Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa hubungan guru dengan siswa tidak hanya dikemas dalam bahasa profesional tetapi juga dalam konteks kultural. Oleh karena itu, mari kita (saya dan Anda semua) terus belajar untuk sedapat mungkin berusaha menjaga kode etik guru, kita jaga hubungan dengan putera-puteri didik kita secara profesional dan kultural, agar kita tetap menjadi guru yang sejatinya.
No comments:
Write komentar