√ CARA MENGIDENTIFIKASI PERILAKU AWAL SISWA


https://santikoaji.blogspot.com/2017/03/cara-mengidentifikasi-perilaku-awal.html
ilustrasi : pemberian soal pree-testing

Identifikasi perilaku peserta didik dilakukan dengan memberikan pree-testing yakni tes awal yang dilakukan sebelum dimulai pembelajaran, yang dimaksudkan untuk menguji entry-behavior (kemampuan awal) peserta didik berkenaan dengan tujuan pembelajaran tertentu yang harus dikuasai peserta didik.Identifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa juga dilakukan berkenaan dengan program pembelajaran sebuah mata pelajaran atau sebuah lembaga pendidikan tertentu. (Syahidah, 2012)

Untuk mengungkap kemampuan awal, dapat dilakukan dengan pemberian tes dari tingkat bawah atau tes yang berkaitan dengan materi ajar sesuai dengan panduan kurikulum. Sedangkan minat, motivasi, kemampuan berfikir, gaya belajar dan lain-lainnya dapat dilakukan dengan bantuan tes baku yang telah dirancang oleh para ahli. (Abdurrohim, 2011)

Siapa kelompok sasaran, populasi sasaran, atau sasaran didik kegiatan instruksional itu? Istilah itu digunakan untuk menanyakan dua hal tentang perilaku siswa: Pertama, menanyakan siswa yang mana atau siswa sekolah apa. Kedua, menanyakan sejauh mana pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka miliki sehingga dapat mengikuti pelajaran tersebut.

Pertanyaaan di atas sangat penting dijawab oleh pengembang instruksional sehingga sejak permulaan kegiatan instruksional telah dapat disesuaikan dengan siswa yang akan mengikutinya. Jawaban itu merupakan pula suatu batasan bagi siswa yang bermaksud mengikuti pelajaran tersebut, sehingga bila mempunyai  perilaku awal tersebut, siswa  sebaiknya tidak mengikuti pelajaran tersebut.

Populasi sasaran dirumuskan secara spesifik seperti contoh di bawah ini:

1. Mata pelajaran ini disediakan bagi siswa yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Pendaftaran pada sekolah ini pada tahun ajaran atau semester ini;
b. Setelah lulus mata pelajaran A.

2. Pelajaran ini disusun bagi siswa kelas dua SMA yang mempunyai minat dalam kelompok bidang studi A1 (IPA kalau sekarang).

3. Kursus ini disediakan bagi karyawan pemerintah atau perusahaan swasta yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Mempunyai ijazah minimal sarjana muda dalam bidang X atau setaraf;
b. Telah pernah mengikuti dan lulus dalam kursus Y;
c. Menguasai bahasa Inggris minimal secara pasif untuk membaca dan mendengarkan kuliah dalam bahasa Inggris.

Perumusan populasi sasaran seperti contoh tersebut di atas memang dapat membantu kelancaran penyelenggaraan kegiatan instruksional.Perumusan populasi ini biasanya diterapkan oleh lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan.Tetapi seorang pengembang instruksional masih perlu mencari informasi lebih jauh tentang kemampuan populasi sasaran yang dimaksud dalam menguasai setiap perilaku khusus yang telah dirumuskan dalam analisis instruksional.Anda masih ingat bukan?

Perilaku-perilaku khusus itu tersusun secara hierarkikal, prosedural, pengelompokan, atau kombinasi kegiatannya atau dua di antaranya tingkat kemampuan populasi sasaran dalam perilaku-perilaku khusus itu perlu diidentifikasi agar pengembang instruksional dapat menentukan mana perilaku khusus yang sudah dikuasai siswa sehingga perlu diajarkan kembali, dan mana yang belum dikuasai siswa untuk diajarkan. Dengan demikian, pengembang instruksional dapat pula menentukan titik berangkat yang sesuai bagi siswa. (Suparman, 2004: 148)

Ada tiga macam sumber yang dapat memberikan informasi kepada pendesain instruksional, yaitu:
1. Siswa atau calon siswa; 
2. Orang yang mengetahui kemampuan siswa atau calon siswa dari dekat seperti guru atau atasannya; 
3. Pengelola program pendidikan yang biasa mengajar mata pelajaran tersebut.

Teknik yang digunakan dalam mengidentifikasi kebutuhan instruksional yaitu kuisioner, interview dan observasi, serta tes.Teknik tersebut dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi perilaku awal siswa.Subjek yang memberikan informasi diminta untuk mengidentifikasi seberapa jauh tingkat penguasaan siswa atau calon siswa dalam setiap perilaku khusus melalui skala penilaian (rating scales).

Teknik yang dapat menghasilkan data yang lebih keras adalah tes penampilan siswa dan observasi terhadap pelaksanaan pekerjaan siswa serta tes tertulis untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa.Tetapi, bila tes seperti itu tidak tepat dilakukan karena dirasakan kurang etis, kesulitan teknik pelaksanaan, atau tidak mungkin dilakukan karena sebab yang lain, penggunaan skala penilaian cukup memadai.Skala penilaian tersebut diisi oleh orang-orang yang tahu secara dekat terhadap kemampuan siswa dan diisi oleh siswa sebagai self-report. 

Berdasarkan masukan ini, dapat ditetapkan.Titik berangkat atau permulaaan perjalanan yang harus diberikan pada siswa.Titik itu adalah perilaku khusus di atas garis batas yang telah dikuasi siswa atau calon siswa.

Apa beda kegiatan ini dengan proses mengidentifikasi kebutuhan instruksional? Pertama, kebutuhan instruksional untuk mengidentifikasi benar tidaknya masalah yang dihadapi harus diselesaikan dengan menyelenggarakan kegiatan instruksional.Sedangkan mengidentifikasi perilaku awal tidak berhubungan dengan masalah tersebut. Kedua, kebutuhan intruksional untuk mengidentifikasi perilaku umum yang akan dijadikan tujuan instruksional umum. Sedangkan kegiatan mengidentifikasi  perilaku awal untuk mengidentifikasi perilaku khusus yang telah dikuasai siswa.

Hasil akhir dari kegiatan mengidentifikasi perilaku awal ini akan dijadikan pedoman untuk menetapkan perilaku-perilaku khusus yang tidak perlu diajarkan lagi dan perilaku-perilaku khusus yang masih harus diajarkan. Dengan demikian hasil kegiatan tersebut dapat pula digunakan  untuk menetapkan titik berangkat dalam mengajar. (Suparman, 2004: 148)

Informasi yang diperoleh dari siswa, masyarakat, dan pendidik tidak selalu sejalan. Pengetahuan dan keterampilan yang dirasakan telah cukup dikuasai oleh siswa, adakalanya dinilai sebaliknya oleh sumber informasi yang lain. Demikian pula pengetahuan atau keterampilan yang dianggap tidak penting dan tidak relevan oleh siswa, mungkin dianggap sebaliknya oleh pendidik.

Dalam hal seperti itu pengembang instruksional yang melakukan kegiatan identifikasi perilaku awal siswa menafsirkan data dengan lebih hati-hati. Walaupun pada dasarnya pengembang instruksional harus lebih memusatkan perhatian pada informasi yang diperoleh dari siswa, data dari sumber lain tidak dapat diabaikan begitu saja. 

Untuk data yang sulit ditafsirkan karena perbedaan pendapat berbagai pihak seperti yang digambarkan tadi, perlu diadakan pendekatan seminar atau pertemuan kecil yang diikuti berbagai pihak yang bersangkutan dan pengembang program agar dapat ditarik kesimpulan yang lebih tepat.

No comments:
Write komentar