√ Empat pilar pendidikan menurut UNESCO beserta penjelasannya

Empat pilar pendidikan menurut UNESCOUnited Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) merupakan cabang organisasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang mengatur bidang pendidikan, keilmuan, budaya dan komunikasi. UNESCO pada peluncuran Global Education Monitoring (GEM) tahun 2016 lalu menyoroti kesenjangan kualitas pendidikan Indonesia. Dimana kita tahu dan rasakan bahwa pendidikan di Indonesia masih sangat butuh banyak pembenahan disegala lini. Mulai dari kesenjangan, minat belajar, literasi, hingga kesejahteraan para pendidik. Namun pada halaman ini kita akan fokus membahas tentang empat pilar pendidikan. Dimana dengan empat pilar pendidikan ini jika dilaksanakan dengan tepat pasti akan berdampak besar bagi kualitas pendidikan Indonesia.

Peningkatan kualitas pendidikan Indonesia selama ini masih banyak yang sebatas retorika teoritis, apalagi  untuk mengamalkan empat pilar pendidikan masih sedikit instansi pendidikan yang benar-benar mengamalkannya. Empat pilar pendidikan tersebut adalah learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together yang oleh berbagai bangsa lain telah diamalkan secara konsisten dan konsekuen. Dari empat pilar pendidikan tersebut diketahui bahwa pendidikan tidak sekedar menempa peserta didik pada penguasaan keilmuan (knowing) dan implementasinya (doing). Seharusnya juga mampu membentuk manusia yang berkepribadian normatif (being) serta mampu beradaptasi dan bertoleransi di manapun, di lingkungan manapun mereka berpijak atau berada (living together). Rendahnya kualitas pendidikan juga dipkarenakan belum maksimalnya pelaksanaan empat pilar pendidikan. Oleh karena itu dalam blog ini akan dijelaskan tentang empat pilar pendidikan yang semoga dapat dipahami dan dilaksanakan secara mandiri oleh para pendidik.

https://santikoaji.blogspot.com/2018/09/empat-pilar-pendidikan-menurut-unesco-beserta-penjelasannya.html
Learning to know (guru sebagai teman berdiskusi)


Learning to know (belajar mengetahui)

Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Belajar untuk mengetahui (learning to know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupannya. Untuk mengimplementasikan “learning to know” (belajar untuk mengetahui), Guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di samping itu guru dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi siswanya dalam rangka mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.

Learning to be (belajar melakukan sesuatu)

Pendidikan juga merupakan proses belajar untuk bisa melakukan sesuatu (learning to do). Proses belajar menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan, perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon suatu stimulus. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.

Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seyogjanya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terrealisasi. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama bahwa keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata

Learning to be (belajar menjadi sesuatu)

Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Hali ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal.

Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri.

Learning to live together (belajar hidup bersama)

Pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama 

Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together). 


No comments:
Write komentar